Saksi Penguburan Sangat Aneh (Kisah Nyata)
Melihat hamparan taman pemakaman umum yang begitu
indah dan asri yang terbayang adalah liang kubur yang lapang, bersih,
rapi. Tapi, duh kagetnya saya!!! Yang nampak justru liang kubur yang
begitu jelek, sempit, asal gali, dan berserakan sisa-sia tanah liat
bekas paculan. Wah ini sih kekecilan untuk almarhum yang akan menempati
liang kubur. Karena saya tahu beliau berbadan tinggi-besar. Dalam hati
ingin protes kepada penggali kubur tapi urung. Akh, bukan tanggung
jawabku. Salah omong nanti runyam deh.
Pengin tau apakah dugaanku benar bahwa liang kubur terlalu pendek untuk almarhum yang sedang dalam perjalanan dengan ambulan. Ini kisah nyata kira-kira Juni tahun 2005 di TPU Rawamangun Jakarta Timur. Salah satu sahabatku meninggal dunia. Dia kaya tapi, maaf, terkenal kikir dan kejam.
Segera saya menempatkan diri di
sebelah kuburan, mengambil tempat agak tinggi agar kedua mataku dapat
menangkap dengan jelas proses penguburan dari mulai mayit di
keluarkankan dari keranda hingga diistirahatkan di dalam liang kubur
dengan sempurna.
Sirine ambulan memasuki taman
pemakaman. Ratusan orang turut ziarah, hampir semua lelaki. Jantung
berdegub ketika keranda mayit dikeluarkan dari ambulans. Wajah-wajah
serius berdesakan mendekati liang kubur. Kain hijau berhias tulisan Arab
disibak dari keranda. Mayit terbungkus kafan putih dikeluarkan dari
keranda. Jantungku berdegub kian kencang. Mayit jelas-jelas berbadan
besar tinggi. Malah terkesan lebih tinggi-besar setelah meninggal. Oh…
akan muatkah dimasukkan ke dalam liang kubur yang nampak kekecilan? Oh….
DAG DIG DUG… DAG DIG DUG… Duh, cemas!!! Baru pertama kali liat seperti
ini.
Diiringi doa dan seruan
puja-puji kepada Allah, mayit pelahan dibopong empat orang. Lalu
diserahterimakan kepada tiga orang yang telah berdiri di dalam liang
kubur. Tak sadar mataku dipanteng melotot, punggung sedikit membungkuk
untuk menyaksikan lebih dekat. Dan, ya ampuuuun… kepala mayit sudah mentok ke dinding tapi kedua kaki mayit menggantung kira-kira 20 derajat dari landasan. Liang kubur kekecilan!!! Duh, masa sih beli tanah 2×1m untuk peristirahatan terakhir nggak mampu?
Oh, My God. Kedua tanganku
saling mendekap, kaku, bertanya-tanya apa yang akan terjadi kemudian:
Akan diangkat kembali mayit dan minta penggali bekerja kembali untuk
memanjangkan liang kubur? Ataukah…? Oh, My God, apa yang akan ku
saksikan? Ini mayit orang kaya yang rumahnya bagaikan gedung dengan 20
kamar tidur, 25 toilet, taman bermain, dan kolam renang. Masa sih beli
tanah 2×1m untuk peristirahatan terakhir nggak mampu?
Oh, lihat…. Lihat…
Kaki mayit ditekan-tekan ke bawah oleh lelaki paling kiri di liang
kubur. Dipaksa-paksa. Ditekan, gagal. Ditekan lagi, gagal lagi. Ditekan
lagi, masih gagal. Geser sana. Geser sini. Tekuk sana tekuk sini, Oh….
Oh, kasihan….. Lalu ditekan lagi dengan kuat. Uuuggghhhh!!!! Blesekkk!!! Blesss!!!
Hemmm, akhirnya mayit berhasil
dibenamkan ke liang kubur. Tapi mengenaskan. Sepintas Nampak baik kepala
maupun telapak kaki seperti ditanam ke dinding liang kubur. Untunglah
liang kubur dari tanah liat agak lembek, pas musim hujan. Bayangkan
kalau dari beton? Bisa remuk tuh kepala dan kaki.
Sementara jamaah sibuk menutup
mayit dengan papan kayu disusul menguruk dengan tanah, degub jantungku
berubah haluan. Dari cemas menjadi geli. Ya, benar-benar geli. Rasanya
ingin ngakak terpingkal-pingkal. Maklum baru pertama kali liat ada mayit
kakinya dipaksa-paksa lurus ke landasan karena liang kubur kependekan.
Bagian kepala sudah nyungsep koq kaki masih nyangkut di dinding? Orang kaya koq kuburannya kependekan dan kesempitan sampai susah dimasukan ke dalam liang? Kenapa yach?
Ternyata bukan Cuma saya.
Beberapa yang lain mengedipkan mata beri isyarat akan keganjilan kuburan
tersebut. Usai penguburan sebagian kawan ngumpul. Entah siapa yang
memulai tersibaklah memory dengan almarhum. Yang sering
teringat bahwa almarhum galaknya minta ampun, bicaranya kasar dan kejam,
dan bangga dengan prilakunya itu. Menurutnya itulah tanda orang yang
tegas. Tapi musuhnya banyak, hampir tak ada sahabat yang
betah menjadi sahabat karibnya. Semua teman hanya mitra usaha dan urusan
sosial. Sama anak buah pelitnya minta ampun.
Terus ingat kejadian dulu. (1) Dia cerita pernah mengakibatkan seorang ibu tewas jantungan,
tak tahan dicecar olehnya siang-malam untuk mencari anak si ibu yang
punya perkara dengannya. (2) Dia bilang ketika ngejar-ngejar utang,
“Biar aja dia mau nipu/ngrampok Cina, asal bayar utang sama saya.” (3)
Ketika memarahi anak buahnya yang lancang, “Biar aja si A sama si B
bunuh-bunuhan yang penting harta saya aman.”, (4) Kalau Anda punya
perkara uang dengannya maka dia akan melibatkan semua anggota keluaga
Anda untuk turut tanggung jawab materiil, walaupun tidak tau apa-apa.
(5) Kalo berkongsi usaha dengannya siap-siaplah untuk memikul rugi
sendirian karena dia maunya ikut untung doang. (6) Menurut
dia penertiban umum di jalanan harusnya dimulai dengan semburan peluru
“Dor! Dor! Dor!” ke batok kepala anak-anak jalanan agar mereka
benar-benar sirna dari jalanan.
Entahlah… kalau ingat dia saya
kadang merinding, mengelus dada. Juga kasihan karena dia sudah naik haji
beberapa kali dan rajin mengadakan pengajian akbar saben bulan atas
biaya sendiri. Apa mungkin dalam pikirannya yakin bahwa kegiatan agama
yang hingar bingar mampu melenyapkan dosa-dosa kekejamannya? Entahlah…
apakah liang kuburnya yang jelek , sempit dan sulit menampung jasadnya
punya hubungan sebab-akibat dengan perilakunya ketika masih hidup?
Dan apakah saya berdosa ketika
di dalam hati sempat ngakak menyaksikan proses penguburan yang begitu
menggelikan? Semoga almarhum diampuni semua salah-dosanya oleh Allah.
0 comments:
Post a Comment